Polio adalah penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Penyakit ini mudah menular dengan cepat dan tidak dapat disembuhkan. Selama dua tahun terakhir, di Papua telah terdapat 19 kasus polio, di mana 6 di antaranya menyebabkan kelumpuhan. Pemerintah telah melaksanakan Sub-Pekan Imunisasi Nasional di Papua pada bulan Mei dan Juni, dan program ini terus dilanjutkan sampai sekarang, tetapi cakupannya masih belum memuaskan, termasuk di Kabupaten Pegunungan Bintang. Banyak distrik di Pegunungan Bintang yang tidak menerima orang dari luar, sehingga tenaga kesehatan kesulitan memasuki daerah-daerah tersebut untuk melakukan imunisasi. Hingga awal Oktober, hanya 8 dari 34 distrik yang sudah pernah diberi vaksin polio.
Thomas Aquinas, yang menjabat sebagai Ketua National PolioPlus Committee untuk Indonesia dari Rotary International, berusaha mencari jalan keluar dengan meminta bantuan seorang Romo yang dihormati masyarakat Pegunungan Bintang, yaitu Pater Kees. Maka, Pater Kees dan Thomas berangkat ke Papua.
Setiba di Oksibil pada tanggal 10 Oktober 2024, mereka mengadakan pertemuan dengan Kasi Imunisasi dan staf Dinas Kesehatan Oksibil untuk mengetahui data sebenarnya sesuai dengan informasi yang diperoleh. Pada kesempatan ini, mereka juga menerima berita tambahan bahwa di Eipumek, dua minggu yang lalu, ditemukan 4 suspect polio; 1 sudah meninggal dan 3 lainnya perlu diambil sampel fecesnya untuk dites virus polio. Namun, tenaga kesehatan belum bisa masuk ke distrik tersebut. Berhubung dengan jadwal penerbangan, direncanakan perjalanan pada tanggal 14 Oktober.
Pada tanggal 10 sore dan 11 Oktober, mereka mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat Oksop dan mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan kegiatan. Pada tanggal 12 Oktober, Pater Kees berhasil mengajak Kepala Seksi Imunisasi Dinas Kesehatan Oksibil, Theo Singpanki, untuk masuk ke Distrik Oksop dan memberikan vaksin polio kepada anak-anak. Komunitas Eipumek dan Oksop yang tinggal di Oksibil juga bersedia menerima vaksin polio dari Thomas dan staf Dinas Kesehatan, Beathris. Karena mereka belum pernah menerima vaksin, perlu diadakan sosialisasi terlebih dahulu.
Pada tanggal 13 Oktober, Pater Kees diundang oleh masyarakat Molbip untuk memimpin misa. Sesuai anjuran Pater Kees, setelah misa, anak-anak menerima vaksin polio. Sore harinya, tim mengunjungi komunitas Oksop di daerah lain di Oksibil dan melakukan vaksinasi polio.
Hari berikutnya, Pater Kees mengajak Thomas dan tim Dinas Kesehatan Oksibil terbang dengan pesawat Caravan ke Distrik Eipumek. Setiba di Eipumek, tim memasang spanduk PIN dan menyiapkan balon untuk menarik anak-anak berkumpul. Diadakan sosialisasi tentang polio dan pentingnya vaksin polio. Kemudian tim memberikan vaksin kepada anak-anak, sambil mengambil sampel feces dari 3 anak yang dicurigai suspect polio. Sampel dari suspect dan beberapa anak di sekeliling mereka didata oleh suster Yartin, dan sampel dikirim ke Wamena untuk diteruskan ke laboratorium polio di Surabaya. Selain menerima vaksin polio, anak-anak di Eipumek juga mendapatkan vaksin lainnya seperti DPT dan BCG sebagai 'vaksin kejar', karena mereka belum pernah menerima vaksin.
Pada tanggal 16 Oktober, rencana kembali ke Oksibil batal karena cuaca menyebabkan pesawat tidak bisa masuk. Dari Puskesmas, mereka harus berjalan kaki naik gunung selama 20 menit untuk mencapai bandara, dan terpaksa turun gunung lagi kembali ke Puskesmas.
Pada tanggal 17 Oktober, mereka kembali dari Eipumek ke Oksibil. Di bandara Eipumek, saat menunggu pesawat, ada anak yang meminta diberikan vaksin polio. Setibanya di Oksibil, mereka memberikan vaksin kepada anak komunitas Kiwirok yang tinggal di Oksibil.
Pada tanggal 18, mereka terbang dengan pesawat Pilatus ke Batom dan mengajak anak-anak untuk vaksinasi di Puskesmas pada tanggal 18 dan 19.
Pada tanggal 19 siang, tim berangkat ke Muara dengan kano. Di Muara, 40 anak mendapatkan vaksin polio dan vaksin-vaksin lainnya.
Pada tanggal 20, hari Minggu, Pater Kees yang diundang memimpin misa, mengingatkan umat tentang pentingnya vaksin polio, sehingga setelah misa banyak anak yang mau divaksinasi.
Hasil perjalanan ke Papua oleh Pater Kees yang berasal dari Jakarta dan Thomas dari Surabaya, jika ditinjau dari jumlah anak yang divaksinasi, memang tidak signifikan. Namun, ini merupakan suatu terobosan. Daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau vaksin, seperti Distrik Oksop, Eipumek, dan Batom, bisa diatasi dengan cara mengundang seorang yang dipercaya dan dihormati masyarakat untuk mengajak tenaga kesehatan masuk ke daerah tersebut melakukan vaksinasi. Ini dapat diduplikasi oleh orang lain di daerah lain, sehingga cakupan imunisasi polio bisa lebih meluas dan meningkat, agar "dunia bebas polio" lebih cepat tercapai.
Kontributor:
PDG Thomas Aquinas
Ketua National PolioPlus Committee untuk Indonesia (RID3410 & RID3420)
Commentaires